Memahami inti Teori tindakan Komunikatif Jurgen Habermas
Teori Tindakan Komunikatif pada level filosofis, Habermas mengaitkan masalah ini dengan bentuk dan isi rasio. Bagi Habermas, pandangan Kant, atau bisa disebut juga formulasi Kant tentang subjek yang menggunakan rasio secara transendental, pada dasarnya benar. Rasio terpilah menjadi tiga wilayah yang berbeda; yang pertama berkaitan dengan kategori-kategori pemahaman yang dengannya manusia mengorganisasikan persepsi, pemahaman dan pengetahuannya tentang alam, yang disebut Kant sebagai rasio murni; yang kedua dinamakan rasio praktis, yang seperti telah disebutkan tadi berkaitan dengan domain sosial, ialah normativitasnya; dan yang ketiga berkaitan dengan kriteria citarasa, yakni penilaian estetis.
Habermas merefleksikan dan dengan begitu juga mengulang serangan Kant terhadap pandangan post-Kantian, Kegagalan Hegelian dalam hal upaya-upaya umat manusia untuk meneguhkan diri di bawah pandangan ontologis tunggal mengenai rasio, yang pada akhirnya “ditemukan kembali” oleh Marx sebagai kerja, dan dalam satu sisi ia tafsirkan sebagai penguasaan teknis atas alam lewat diterapkannya peraturan-peraturan bertujuan
Bagi Habermas persoalannya di sini bersisi ganda, di satu pihak ia merumuskan kembali monadic bagi filsafat yang berpusat pada subjek, sementara di pihak lain ia sekaligus merombak basis transendental filsafat Kant mengenai pemilahan rasio menjadi domain-domain yang berbeda pada dasarnya benar.
Dalam Bukunya yang berjudul Knowledge and Human Interests ia mengungkapkan bahwa pandangan yang ada mengenai kerja terlalu sempit, karena hanya merujuk pada hubungan manusia dengan alam, sertau terlampau idealis, karena didasarkan pada pandangan yang seringkali tersembunyi mengenai penyatuan subjek (sebagai manusia atau pekerja) dengan dirinya sendiri agar mampu mewujudkan proyek kebebasan sepenuhnyaBagi Habermas, Solusi untuk kedua sisi persoalan tadi sebagian bisa dicari pada filsafat bahasa sehari-hari.
Bahasa mengandaikan adanya intersubjektivitas; kita mengobjektivisikan diri kita sendiri sebagai insan sosial melalui penggunaan bahasa dan hal ini senantiasa berada dalam konteks keterkaitan dengan yang lain.
Peralihan menuju linguistik ini, atau lebih tepatnya menuju pandangan tentang lingustikalis konstitutif dunia sosial, bukan sekedar berarti Habermas meniru karya para ahli etnometodologi dan para filsuf bahasa sehari-hari, bahasa berfungsi sebagai sarana dan konteks yang dengannya hubungan sosial diciptakan. Namun di samping itu, bahasa juga menjadi sarana yang dengannya peraturan-peraturan sosial dipelajari, diuji, ditolak dan dikritik sebagai problem-problem sosial.
Jadi menurut Habermas, sementara subjek-subjek berpartisipasi terus-menerus dalam interaksi sosial yang dijalankan dan diperantai oleh bahasa, penggunaan bahasa itu sendiri diarahkan menuju klaim-kalim validitas, baik lewat penggunaannya dan yang lebih penting, di dalam cakrawala kultural yang mendasari ataupun yang melingkupinya.
Dengan demikian, bagi Habermas terdapat relasi yang disengaja antara makna, penggunaan, dan validasi; dalam aktivitas komunikatif intersubjektif sehari-hari, pengakuan atas norma-norma sosial yang terkandung dalam bahasa serta kesesuaian norma-norma tersebut terdapat dengan konteks sosial terus-menerus diperhatikan.
Selain itu, Habermas mengemukakan bahwa setiap bentuk pemilahan tersebut bersesuian dengan cara dimana manusia mengorientasikan dirinya sendiri terhadap dunia-dunia yang diciptakannya-dunia eksternal alamiah atau lingkungan-lingkungan sistemik, yang disebut Habermas sebagai sistem, dan sebut dunia-kehidupan yang meliputi kehidupan sehari-hari
Lingkup Realita Sosial Yang Dikaji
Pemikiran Habermas tentang hubungan kelas buruh borjuis dan negara yang dipaparkan dalam buku yang berjudul The Structural Transformation on the Public Sphere : An Inquiry into a Category of Bourgeois Society (1989). Berisi kebebasan berbicara berkumpul dan berpartisipasi dijunjung tinggi, kesemuanya mempunyai daya kritis terhadap pengambilan keputusan yang tidak bersifat publik.
Meskipun ada kekurangan pencarian Habermas terhadap ruang publik pantas dbela di hadapan situasi konflik dimana masing-masing pihak bersikeras membela diri demi kepentingannya sendiri. Fakta bahwa kita semua berbagi dunia yang sama dan setiap orang terus-menerus berhadapan dengan pengalaman yang berbeda berarti bahwa kita hanya punya dua pilihan mengusahakan ruang publik atau menanggung akibatnya.
Baca Juga:
- Inti Teori dan Aplikasi Teori Konflik Ralf Dahrendorf dalam kehidupan Sehari-hari
- Teori Tindakan Komunikatif Jurgen Harbemas
Solidaritas yang dibayangkan oleh Habermas adalah solidaritas prosedural bebas dari muatan intimitas yang biasanya tercipta berkat loyalitas pada seperangkat nilai maupun ingatan historis. Tujuan akhir dari multikulturalis terletak pada pencapaian hidup baik seperti yang terdapat pada substansi etis setiap kebudayaan.
Isi hidup baik tersebut ikut menentukan penerimaan terhadap rumusan kepentingan umum yang dibicarakan di ruang publik. Bangunan gagasan Habermas tentang ruang publik bersandar pada teori tindakan komunikatif yang berciri amat prosedural. Ciri prosedural merupakan jawaban terhadap tuntutan universalisme suatu teori kritis di tengah krisis kepercayaan terhadap dasar empiris atau teoritis apapun.
Oleh karena itu, kelemahan teori tindakan komunikatif melemahkan gagasan tentang ruang publik. Tindakan komunikatif yang bebas dari segala bentuk dominasi terjadi ketika dilakukan oleh pihak-pihak yang setara. Seperti pada penyimpangan bidang kekuasaan ekonomi, politik dan kesetaraan budaya yang belum terjamin.
Hal ini sangat terasa pada masyarakat multikultural. Para imigran atau kelompok etnis minoritas tidak memiliki cukup kekuasaan politik dan ekonomi supaya kehadirannya diperhitungkan atau sebaliknya kelompok minoritas amat berkuasa meminggirkan kelompok dalam jumalah mayoritas.
Saat ini komunikasi mengalami distorsi dan teori tindakan komunikatif berusaha menetapkan ukuran tindakan komunikasi yang bebas distorsi. Sehingga teori kritis seperti janji manis yang tidak terpenuhi. Supaya kelompok-kelompok masyarakat dapat berkomunikasi sebagai pihak yang setara di ruang publik dilakukan prosedur rasional yang diharapkan dapat membebaskan argumentasi bobot partisan yang boleh jadi tidak rasional.
Pencarian ruang publik penting karena situasi konflik masing-masing pihak berkeras membela diri demi kepentingan sendiri, perlunya berbagi dunia yang sama dan setiap orang secara terus menerus berhadapan dengan pengalaman perbedaan bahwa kita punya dua pilihan, yaitu mengusahakan ruang akibatnya atau menanggung akibatnya.