Semiotik sebagai ilmu untuk mengetahui fungsi benda Megalithikum

Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, periode ini ditandai dengan peninggalan kebudayaan yang terbuat dari batu-batu besar. Beberapa peninggalan megalitik menurut ahli digunakan sebagai monumen dan tempat ritual menurut kepercayaan masa itu. Dapat dipastikan bahwa pada zaman ini manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dari batu-batu besar.

Megalitikum sendiri mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti besar,dan lithos berarti batu. Kebudayaan megalitik banyak dikaitkan dengan pemujaan terhadap nenek moyang. Tradisi pendirian bangunan megalitik berhubungan dengan terbentuknya kepercayaan  akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati.

Masyarakat pendukung budaya Megalitik mempercayai bahwa kematian seseorang tidak membawa perubahan yang esensial bagi yang mati, kematian dianggap sebagai perpindahan kehidupan dari dunia nyata kedalam dunia arwah. Kebudayaan pada zaman ini memang sangat erat hubungannya dengan kepercayaan, oleh karena itu banyak peninggalan arkeologi zaman Megalithikum yang ditemukan dan ditinjau kembali dengan berbagai ilmu mengungkapkan bahwa batu-batu besar tersebut merupakan hasil kebudayaan yang dibuat untuk menghomati arwah leluhur, pemujaan, penguburan dan lain sebagainya.

Semiotik sebagai ilmu yang mempelajari simbol ataupun tanda juga berkontribusi dalam meneliti aspek-aspek arkeologi zaman Megalithikum yang ditemukan saat ini. Dari tanda itulah akan digambarkan dan dijabarkan mengenai maksud yang terkandung dari benda-benda arkeologi. semiotik merupakan ilmu bantu dari arkeologi untuk meneliti dan mengetahui fungsi benda-benda prasejarah. Berikut adalah penjelasan peran ilmu semiotika dalam mengulas benda-benda peninggalan zaman prasejarah khususnya zaman Megalhitikum.

Fungsi Ilmu Semiotik dalam mengetahui fungsi benda Megalithikum 1
Menhir

Menhir

Menhir adalah sebuah batu tegak, yang sudah atau belum dikerjakan, dan diletakkan dengan sengaja di suatu tempat untuk memperingati orang yang telah mati. Pada zaman Megalhitikum, manusia mulai membangun batu-batu besar yang dipercayai bahwa terdapat hubungan antara yang hidup dan yang mati, dari besar kecilnya bangunan Megalhitik dapat diambil kesimpulan bahwa pendirian batu-batu besar tersebut disesuaikan dengan kedudukan, keadaan, dan sifat seseorang.

Semakin besar bangunan tersebut semakin melambangkan pula kedudukannya di alam baka nanti. Terdapat beberapa macam bentuk menhir yang ditemukan, namun tidak semua memiliki tata letak yang sama. Seperti menhir yang ditemukan di Pasemah ada yang berdiri tunggal maupun berkelompok dan membentuk formasi temugelang, persegi empat, atau bujur sangkar.

Di Karangdalam ditemukan menhir polos setinggi 1,60 m dan berdiri datas undak batu. Tak jarang pula ditemukan menhir bersama-sama dengan bangunan lain seperti ditemukannya menhir bersama dolmen di daeraj Tegurwangi. Walaupun begitu, ditinjau dari aspek bentuknya yang berdiri tegak dengan ukuran yang berbeda-beda, benda tersebut tetap dianggap sebagai medium penghormatan, menampung kedatangan roh, dan sekaligus menjadi lambang orang-orang yang diperingati.

Baca Juga:

Fungsi Ilmu Semiotik dalam mengetahui fungsi benda Megalithikum 2

Dolmen

Dolmen merupakan sebuah meja terbuat dari batu yang berfungsi untuk meletakkan sesaji pemujaan. Namun selain itu, dolmen memiliki variasi bentuk yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan sesaji, namun juga sebagai kuburan, sebagai tempat duduk kepala suku, dan dianggap sebagai tempat keramat untuk upacara adat. Seperti situs yang ditemukan di Talebir Sumbawa terdapat bangunan megalitik berupa dolmen yang berbentuk tiang-tiang batu ditemukan berada di bukit-bukit.

Ditinjau dari semiotik struktural, pemilihan lokasi yang berada di atas bukit sangat erat kaitannya dengan kegiatan religius seperti penguburan, pemujaan atau upacara keagamaan lainnya yang mempunyai makna bahwa kegiatan tersebut sangat ditinggikan atau diistimewakan. Sedangkan pemilihan lokasi pemukiman sangat bergantung pada ketersediaan sumber daya seperti sungai, hutan yang kaya akan flora fauna, dan sebagainya. Sehingga pemukiman berada di tempat datar dan dekat dengan sumber air.

Fungsi Ilmu Semiotik dalam mengetahui fungsi benda Megalithikum 3

Sarkofagus

Sarkofagus adalah suatu tempat untuk menyimpan jenazah. Benda ini dibuat dari batu, Sarkofagus sering disimpan diatas tanah oleh karena itu Sarkofagus seringkali diukir, dihias, dan dibuat dengan teliti. Bentuk benda ini seperti lesung, namun mempunyai tutup. Dalam ilmu semiotika, Penggambaran dan ukiran yang disertakan dalam bangunan Megalitik juga melambangkan kehidupannya sebelum mati, dimana hal tersebut akan mengarahkannya ke dunia arwah sesuai perbuatannya di dunia.

Apabila ia merupakan orang yang berjasa, mempunyai amal, dan kebaikan semasa hidupnya maka hal tersebut merupakan bekal untuk mendapatkan keistimewaan di alam baka. Seperti yang ditemukan di Bali, sarkofagus memiliki 3 tipe: tipe kecil, sedang, dan besar.

Kubur batu tersebut memiliki pola-pola pahat berupa wadah manusia, manusia dalam sikap kangkang dan kemaluan perempuan yang ditinjau dari semiotik deskriptif melambangkan harapan akan kemakmuran, kesuburan, keselamatan, dan kelahiran kembali, khususnya untuk para arwah. Sedangkan tonjolan berbentuk kepala manusia yang menjulurkan lidahnya dinaggap sebagai pengusir roh jahat yang akan mengganggu roh si mati didalam sarkofagus.

Fungsi Ilmu Semiotik dalam mengetahui fungsi benda Megalithikum 4

Punden Berundak

Pundek berundak merupakan Struktur tata ruang bangunan yang berupa teras atau trap berganda mengarah pada Satu titik dengan tiap teras semakin tinggi posisinya. Fungsi punden ini yaitu sebagai tempat pemujaan atau penghormatan untuk leluhur. Seperti situs yang berada di Pangguyangan memperlihatkan sebuah bangunan berdenah segi empat dengan orientasi timur-barat. Bangunan ini dikenal dengan nama “Gentar Bumi”. Bangunan berundak ini memiliki tujuh tingkat dengan lima undak kecil pada tiap dataran.

Disamping kanan kiri terdapat batu tegak seperti menhir, namun ditinjau dari semiotik struktural batu tegak tersebut tidak memiliki fungsi religious karena berada di samping jalan atau undakan. Kemungkinan besar batu tersebut merupakan batas jalan. Pada dataran teratas terdapat susunan batu yang membentuk persegi panjang, pada ujung timur dan barat persegi panjang tersebut terdapat batu tegak yang ditinjau dari aspek deskriptif dan strukturalnya merupakan pusat kegiatan pemujaan arwah nenek moyang.