Kajian Semiotik terhadap peninggalan kebudayaan Megalitik yang nilai-nilainya mengalami penyesuaian terhadap zaman dan keadaan lingkunganya.
Semiotik adalah segala macam yang berhubungan dengan penggabungan suatu tanda dari tingkat mimetik ke dalam tingkat makna yang lebih tinggi.Arti yang didapatkan dari suatu tanda pada tingkat mimetik belum dapat digunakan untuk mengungkapkan maknanya. Untuk mengetahuinya harus dilanjutkan pemahaman kita hingga tingkat semiotik.
Kiranya pada tahap inilah religi akan banyak membantu orang untuk mencapai pemahaman tentang hakekat teks prasasti pada tingkat semiotik dari pelbagai simbol yang termuat di dalamnya. Dalam hal peninggalan kebudayaan Megalitik banyak terdapat simbol-simbol yang berada pada setiap kebudayaanya. Dalam pembahasan ini terdapat beberapa contoh kebudayaan yang simbol-simbolnya menyesuaikan dengan keadaan zaman dan lingkunganya. Dalam Kajian Semiotik kali ini terdapat beberapa contoh kebudayaan yang simbol-simbolnya menyesuaikan dengan keadaan zaman dan lingkunganya.
1. Arca Megalitik Pasemah ditinjau dari kajian Semiotik
Menhir di Pasemah dapat dijumpai di Muara Dua, arca yang berbentuk menhir banyak digunakan untuk keperluan penguburan dan pada bagian bawah menhir tidak diberikan alas kaki karena menhir biasanya hanya ditancapkan di tanah. Menhir di Muara Dua berbentuk seperti tonggak bulat dengan pahatan bagian tubuh manusia secara sederhana. Arca menhir erat kaitannya dengan penggambaran nenek moyang yang dikuburkan di tempat menhir tersebut didirikan.
Menhir di Pasemah kemungkinan besar berusia lebih tua jika dibandingkan dengan arca-arca megalitik yang berbentuk dinamis. Bentuk yang sederhana pada menhir menggambarkan jika masyarakat pendukung seni pahat tersebut masih sangat sederhana dan belum mendapatkan pengaruh luar yang masuk yang turut pula memberikan warna dalam seni arca megalitik di Pasemah dengan bentuk pengarcaan nenek moyang yang lebih dinamis.
Penggambaran arca megalitik di Pasemah berbentuk tiga dimensi dengan pahatan yang berbentuk antropomormik (berbentuk manusia), menggambarkan hewan dan berbentuk pahatan manusia bersama-sama dengan hewan, selain pahatan yang berbentuk tiga dimensi juga dapat dijumpai pahatan yang berbentuk dua dimensi atau relief. Arca yang dapat kita jumpai di Pasemah adalah bentuk dari nenek moyang masyarakat megalitik Pasemah dengan tujuan untuk mendekatkan diri dengan nenek moyang dan supaya nenek moyang dapat menjaga mereka.
Arca batu gajah di Pasemah terdapat penggambaran perhiasan seperti kalung manik-manik, gelang kaki yang kemungkinan besar dari logam, gelang tangan, dan belati tipe Dongson yang disarungkan pada pinggang. Kadang-kadang di bagian pundak terdapat kain penutup punggung yang dinamakan “ponco”. Dengan penggambaran manusia yang dinamis pada arca megalitik Pasemah dapat dilihat status sosial manusia yang diarcakan oleh pemahat.
Menurut studi analogi etnografi di daerah Nias dan Sumba, tokoh-tokoh yang disegani di daerah tersebut karena kemampuan mereka dalam melindungi masyarakatnya diarcakan dalam bentuk batu pada saat mereka masih hidup dan memegang kendali kepemimpinan atas masyarakatnya. Mereka dipahatkan dengan pakaian kebesaran yang masih lengkap dengan belati dan simbol kesaktian berupa ‘Kalung Kalabubu” yang menjadi tanda bahwa ia pernah mengayau (memotong leher) musuh-musuhnya.
Pahatan-pahatan yang menonjolkan keidahan duniawi tersebut tentunya tidak sesuai dengan kesepakatan masyarakat megalit pada umumnya. Karena bentuk yang berbeda itu pulalah maka arca Pasemah dapat dikatakan sebagai ihwal munculnya bentuk seni pahat yang bebas sebagai hasil dari perubahan mendadak (revolusi) dari bentuk statis ke bentuk yang dinamis dimana hal ini menunjukkan kreatifitas yang tinggi dari seniman dan pendukung masyarakat megalitik Pasemah.
Seni pahat yang berbeda itu dapat disebutkan bahwa masyarakat megalitik Pasemah mempunyai local genius yang dimana sifat-sifat keaslian budaya masyarakat Pasemah tidak kehilangan identitasnya. Dengan melihat nekara yang terdapat di arca batu gajah Pasemah dimana ada seorang pria yang menyerupai prajurit menggendong nekara diatas gajah maka dapat diambil kesimpulan awal jika masyarakat megalitik Pasemah tidak menutup diri dari kebudayaan luar, mereka menyerap kebudayaan luar yang berguna untuk kehidupan mereka tetapi tidak kehilangan identitas budaya megalitiknya.
Baca Juga:
- Fungsi Ilmu Semiotik dalam mengetahui fungsi benda Megalithikum
- Mengenali kajian semiotik terhadap nilai-nilai peninggalan kebudayaan Megalitik Bagian 1
Keberadaan dari berbagai jenis satwa dalam lingkungan alam di Pasemah telah mempengaruhi hasil cipta yang berupa seni atau religi berupa arca megalitik. Lingkungan alam dengan keberadaan satwa liar seperti gajah, harimau dan ular telah menjadi acuan bagi masyarakat prasejarah Pasemah dalam membuat upacara-upacara yang mereka ciptakan dengan simbol-simbol tertentu yang melambangkan kepercayaan atau perilaku.
Beragam bentuk tersebut tentunya erat kaitannya dengan makna-makna simbolis yang terdapat dalam arca-arca megalitik Pasemah yang dinamis tersebut. Simbol atau lambang dalam arca tersebut diharapkan dapat menjadi pelindung dari keganasan lingkungan biotik dan abiotik. Masyarakat megalitik Pasemah melakukan pendekatan melalui unsur kepercayaan agar nenek moyang mereka melindungi mereka dari gangguan yang ada di sekitar mereka.