Hubungan Diplomatik Orde Baru

Pada awal pemerintahan Soeharto menteri luar negeri Australia saat itu, yaitu Barwick mengubah haluan dengan mendukung Indonesia atas kontrol terhadap Irian Barat, karena selain itu ada kepentingan lain Australia yang melihat bahwa peluang kerjasama dengan Indonesia akan lebih menguntungkan. Indonesia adalah satu dari negara tetangga Australia yang diakui sebagai salah satu hubungan paling penting bagi Australia. Munculnya pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto ini juga disambut baik oleh kalangan politisi Australia. Australia segera mengakui kepemimpinan Orde Baru, karena Indonesia memperlihatkan sikap anti-komunis yang keras dan menjalankan kebijakan luar negeri yang pro-Barat (Hamid, 1999:422). Dalam kebijakan pemerintahan Soeharto dinilai lebih lunak dikarenakan lebih focus pada pembangunan ekonomi Indonesia kecuali dalam tindakan untuk konflik dengan Timor Timur .

Hubungan Diplomatik Masa Orde Lama

Australia segera bergabung dalam Inter-Govermental Group on Indonesia (IGGI), sebagai kelompok negara-negara donor yang dibentuk khusus untuk membantu pembangunan ekonomi Indonesia. Australia mendukung sepenuhnya gagasan Indonesia bersama beberapa negara Asia Tenggara lainnya, ketika membentuk organisasi regional Association of South East Asia Nations (ASEAN) pada tahun 1968. Tujuan ASEAN yang berusaha menciptakan kestabilan dan keamanan di kawasan Asia Tenggara, berdampak positif bagi Australia. Hal ini sedikit mengurangi kekhawatiran Australia mengenai isolasi wilayah Australia. Dikarenakan dengan adanya ASEAN maka jalur perdagangan di wilayah Asia Tengara akan semakin luas dan mudah diakses.

Semenjak tahun 1967 hubungan diplomatik dengan Australia semakin membaik. Hal ini bias dilihat dari bantuan dana yang diberikan oleh Australia kepada Indonesia yang cukup besar. Selain itu pada tahun 1966-1967 Menteri Luar Negeri Australia yaitu Paul Hasluck telah melakukan kunjungan ke Indonesia sebanyak dua kali untuk membangun kontak hubungan yang lebih baik. Hubungan baik ini terus berlanjut hingga pada masa Perdana Menteri Gorton.

Pada tahun 1968 Perdana Menteri Gorton beserta Istri berkunjung ke Indonesia untuk memperoleh kesepakatan danhasil kerjasama yang lebih besar (Greenwood, 1974:304-305)Salah satu hal yang mendorong hubungan baik Australia dengan Indonesia adalah soal penentuan garis batas antara Irian Jaya dengan Papua Nugini. Australia sebagai Negara yang mewakili kepentingan luar negeri Papua Nugini pada tahun 1973 telah berhasil menyepakati penentuan garis batas antara Irian Jaya dengan Papua Nugini, dengan Pemerintah Indonesia. sejak itu, hubungan ekonomi dan perdagangan antara Australia dan Indonesia semakin meningkat.

Antara tahun 1972-1988, hubungan diplomatik Australia dan Indonesia diwarnai oleh beberapa masalah yang mengakibatkan fluktuasinya hubungan tersebut. Soal pertama yang paling mengganggu hubungan kedua Negara bertetangga ini adalah masalah Timor Timur. Perselisihan terkait masalah Timor Timur ini berjalan selama kepemiminan tiga Perdana Menteri yaitu dimulai dari Perdana Menteri Partai Buruh, Whitlam (1974-1975), selama masa koalisi Liberal-Nasional, Fraser (1975-1983), dan ketika Perdana Menteri Partai Buruh, Hawke berkuasa sejak 1983.

Keinginan dari pihak Australia dalam menghadapi perbedaan pendapat terkait Timor Timur ini adalah tetap menjalin kerjasama yang baik dengan Indonesia dikarenakan Indonesia merupakan wilayah yang sangat penting bagi Australia. Sehingga pada setelah pengakuan de jure mengenai penggabungan Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia, pada tahun 1979 Australia memulai pembicaraan mengenai masalah Timor Gap (Pulau Timur) dengan pihak Indonesia. Pembicaraan mengenai masalah Timor Gap ini tidak selesai sampai berakhirnya pemerintahan koalisi Liberal-Nasional di bawah Perdana Menteri Fraser pada 1983.

Akibat dari persoalan Timor Timur ini menyebabkan sepanjang tahun 1980.an kondisi hubungan diplomatik Australia dan Indonesia dipenuhi dengan isu-isu konflik. Meskipun Australia mencoba tetap menjaga hubungan baik dengan Indonesia akan tetapi media pers Australia dan beberapa kelompok penekan menginginkan agar Australia tidak mendukung Timor Timur untuk bergabung dengan Indonesia. Hal ini menyebabkan rasa kekecewaan pemerintahan Indonesia terhadap pemerintahan Australia. Media pers Australia sendiri memiliki hubungan yang kurang baik dengan pemerintahan Indonesia. Hal ini berkaca dari tewasnya lima wartawan Australia saat sedang meliput Operasi SerojaTimor Timur pada tahun 1975.

Hubungan buruk tersebut dimanfaatkan oleh para pengungsi Timor Timur untuk menyuarakan pengecaman pengabungan Timor Timur dengan Indonesia. Gencarnya kecaman kelompok-kelompok tersebut dan media Australia terhadap persoalan Timor Timur, menimbulkan persepsi yang keliru dari Pemerintah Indonesia. Sikap pemerintahan Australia yang kurang tegas dalam menghadapi kecaman pers terebut membuat Indonesia menganggap bahwa Australia bersikap tidak bersahabat serta mendukung kelompok anti-Indonesia. Sehingga dengan hal tersebut membuat Indonesia mengambil tindakan tegas dengan melarang media-media Australia beredar di Indonesia.

Ketika Timor Timur berhasil diintegrasikan ke dalam NKRI pada 1978, Australia sebagai tetangga terdekat dengan Indonesia memandang sebagai ancaman nyata.Australia menuduh Indonesia melakukan pelanggaran HAM berat selama Operasi Seroja. Bahkan media Australia juga menuduh Indonesia melakukan pelanggaran yang sama di Papua.Akibatnya Kopassus, pasukan khusus TNI AD mendapatkan embargo oleh Amerika Serikat. Kopassus diberi cap sebagai pasukan pembunuh tak berperikemanusiaan. Dengan adanya perselisihan yang tidak ada ketegasan dari kedua belah pihak menyebabkan hubungan Australia dengan Indoesia masih kurang baik hingga berakhirnya pemerintahan Orde Baru.