Sekilas Tentang Sastra Jawa atau Naskah Kuno
Seni sastra Jawa atau naskah kuno bermula ketika mulai masuknya kebudayaan India diwilayah Nusantara. Kebudayaan yang dibawa dari India salah satunya adalah kesusastraan, tetapi dalam penerimaan kebudayaan tidak mentah-mentah diterima oleh masyarakat Nusantara zaman dahulu. Melainkan kebudayaan yang diterima mendapatkan proses alkulturasi didalamnya. Sehingga rata-rata karya sastra yang dihasilkan merupakan interpretasi dan juga karya baru yang merujuk dari karya sastra yang ada di India.
Bentuk dari karya sastra yang dihasilkan pada masa Hindu-Budha memiliki beberapa jenis yaitu karya sastra yang berupa Prosa (gancaran), puisi (Kakawin), dan sastra Kidung. Dari ketiga jenis ini memiliki perbedaan yang sangat signifikan, tetapi dalam karya sastra yang sering ditemukan adalah berbentuk Kakawin. Kakawin memiliki berbagai fungsi yaitu, sebagai pengambaran keadaan setempat atau sindiran terhadap pemerintah, sebagai hiburan, sebagai sarana pendidikan, dan juga sebagai perwujudan gagasan keagamaan.
Berbagai perbedaan fungsi kakawin inilah yang menciptakaan bermacam jenis karya sastra kakawin pada masa Hindu-budha. Dua diantaranya adalah naskah kuno berupa Kakawin yang berjudul Kakawin Arjunawiwaha dan Kakawin Parthayajna. Kedua kakawin ini berfungsi sebagai hiburan serta media pembelajaran. Dimana kedua naskah ini memiliki keterkaitan cerita mengenai Arjuna salah satu tokoh dari cerita perindukan Mahabarata.
Kakawin Arjunawiwaha ditulis oleh Mpu Kanwa pada masa pemerintahan Raja Airlangga (1019-1042). Sedangkan Kakawin Parthayajna tidak diketahui siapa penulisnya. Sehingga dalam artikel kali ini akan dibahas mengenai keterkaitan dari isi cerita kedua naskah Kakawin tersebut.
A. Kakawin Parthayajna
Kakawin Parthayajna ini menceritakan mengenai perjalanan sebelum Arjuna melakukan pertapaan di Indrakila. Kakawin ini bertuliskan menggunakan bahasa jawa kuno yang dituliskan dalam lembaran daun lontar namun tidak diketahui siapa pengarang dari kakawin ini. Kakawin Parthayajna ini ditulis pada masa kerajaan Majapahit, tetapi dikarenakan kurangnya bukti sehingga tidak tertulis angka tahun penulisan naskah kuno ini.
Dalam kakawin ini diceritakan mengenai kesedihan Pandhawa setelah kekalahan Yudhistira dalam bermain dadu dan penghinaan Dropadi oleh Dusasana. Mereka harus hidup di hutan selama dua-belas tahun. Bhima ingin perang melawan Korawa dan mati di medan perang, tetapi Yudhisthira menahannya.
Widura memberi nasihat kepada Yudhisthira dalam mengatasi penderitaan. Domya menasihati para Pandhawa sejak mereka akan pergi ke hutan. Atas permintaan Yudhisthira, Arjuna diminta bertapa di Indrakila. Arjuna menyanggupi permintaan kakanya, kemudian ia minta diri kepada Ibunda Kunti, kakak dan adik-adiknya serta Dropadi, lalu masuk ke hutan.
Perjalanan Arjuna tiba di pertapaan Wanawati yang didirikan oleh Mahayani. Di tempat itu Arjuna ditemui oleh petapi Mahayani dan di wejang tentang hidup dan kehidupan. Sewaktu bermalam seorang petapa datang dan menyatakan cinta kepada Arjuna, tetapi Arjuna menolaknya.
Arjuna menghadap dewa Kama dan Ratih yang berada di tepi sebuah danau, kemudian menghormatnya. Dewa Kama banyak memberi nasihat kepada Arjuna dalam hal mencari kebahagiaan. Kemudian Kama memberi petunjuk arah Indrakila dan tempat pertapaan Dwaipayana.
Kama memberi tahu, bahwa raksasa Nalamala ingin mengadu kesaktian dengan Arjuna. Nalamala adalah anak Durga yang lahir dari ujung lidah sebelum beranak Ganesya. Bila kalah Arjuna supaya bersamadi memuja dewa Siwa. Tak berapa lama kemudian Kama lenyap, Arjuna melanjutkan perjalanan.
Arjuna dihadang oleh banyak raksasa dan Nalamala. Maka terjadilah perkelahian. Nalamala menampakkan diri dalam wujud Kala, Arjuna bersemadi memuja dewa Siwa. Memancarlah sinar pada dahi Arjuna, Nalamala lari dan berkata, kelak akan menjelma lagi, untuk membunuuh para Pandawa. Arjuna meneruskan perjalanan ke Indrakila. Sampailah ia di Inggitamartapada tempat tinggal Dwaipayana.
Arjuna bercerita perilaku para Pandawa dan sikap para Korawa. Kakek Arjuna itu menerangkan, bahwa Arjuna diutus untuk memberantas kejahatan itu. Setelah menerima banyak nasihat dari kakek itu, Arjuna pergi ke Indrakila. Ia bertapa dan memeperoleh anugerah dari dewa Siwa yang menampakan diri sebagai orang Kirata.
Baca Juga: Kearifan serat Pararaton, Kisah ken Arok dan Para Raja
B. Kakawin Arjuna Wiwaha
Kitab Arjuna Wiwaha karya MpuKanwa merupakan karya sastra dalam bentuk kakawin yang diciptakan pada abad 11 (1019-1042) atau menurut Zoetmulder antara tahun 1028-1035. Karya monumental ini diciptakan pada masa pemerintahan Prabu Airlangga di Kerajaan Kahuripan . Arjuna Wiwaha merupakan tonggak pertama yang mengawali sastra puitis Jawa Timur.
Kakawin ini menceritakan tentang keadaan Arjuna ketika melakukan pertapaan di Indakila. Didalam naskah ini diawali dengan cerita ketika Niwatakawaca raja Himataka ingin menghancurkan kerajaan Indra, Indra ingin minta bantuan kepada Arjuna yang sedang bertapa di Indrakila.
Tujuh bidadari diutus untuk menguji keteguhan tapa Arjuna. Suprabha dan Tilottama memimpin tugas para bidadari itu. Tujuh bidadari menyusuri Indrakila, kemudian tiba di gua tempat Arjuna bertapa. Para bidadari berhias cantik, menggoda dan mencoba menggugurkan tapa Arjunausahameraka tidak berhasil, para bidadari kembali ke kerajaan Indra, lalu melapor hasil tugas mereka kepada Indra.
Indra menyamar dalam wujud orang tua, datang di pertapaan Arjuna. Ia ingin mengethui tujuan tapa Arjuna. Lewat pembicaraan mereka, Indra memperoleh jawaban, bahwa tapa Arjuna bertujuan untuk memenuhi tugasnya sebagai seorang ksatria dan ingin membantu Yudhisthira sewaktu merebut kerajaan dari kekuasaan Duryodhana. Indra sangat senang mendengar penuturan Arjuna, lalu memberi tahu, bahwa dewa Siwa akan memberi anugerah atas tapa Arjuna.
Niwatakawaca menyuruh Muka untuk datang di Indrakila, dan membunuh Arjuna. Muka dalam wujud babi hutan mengganggu tapa Arjuna. Arjuna melepas tapanya, lalu berusaha membunuh babi hutan itu. babi hutan berhasil dibunuh dengan panah. Tancapan panah di tubuh babi hutan bersama dengan tancapan anak panah seorang pemburu.
Arjuna berselisih dengan pemburu orang Kirata itu. terjadilah perkelahian. Arjuna hampir terkalahkan, lalu memegang erat kaki pemburu. Pemburu menampakan diri dalam wujud dewa Siwa. Arjuna menghormat dan memujanya. Dewa Siwa menganugerahkan panah Pusupati kepada Arjuna, kemudian lenyap dari hadapan Arjuna.
Selanjutnya setelah melakukan pertapaan datanglah dua bidadari utusan Indra datang menemui Arjuna, minta agar Arjuna bersedia menolong para dewa dengan membunuh Niwatakawaca. Kemudian Arjuna bersama dua bidadari datang di kerajaan Indra.Arjuna dan Supraba ditugaskan untuk mengetahui rahasia kesaktian Niwatakawaca. Mereka berdua pergi ke Himataka.
Supraba disambut oleh bidadari yang lebih dahulu diserahkan kepada Niwatakawaca. Arjuna mengikutinya, tetapi raksasa tidak dapat melihat karena kesaktian Arjuna. Tipu muslihat Supraba berhasil, ia mengetahui rahasia kesaktian Niwatakawaca. Yang berada di ujung lidah. Setelah mengerti rahasia kesaktian Niwaatakawaca, Arjuna membuat huru-hara, dengan menghancurkan pintu gerbang istana. Suprabha terlepas dari kekuasaan Niwatakawaca, lalu meninggalkan Himataka.
Niwatakawaca merasa tertipu, lalu mempersiapkan pasukan untuk menyerang kerajaan Indra. Para dewa juga bersiap-siap melawan serangan prajurit Niwatakawaca. Maka terjadilah perang besar-besaran. Arjuna menyusup ditengah-tengah barisan, mencari kesempatan baik untuk membunuh Niwatakawaca. Akhirnya anak panah Arjuna berhasil menembus ujung lidah Niwatakawaca. Niwatakawaca mati di medang pertempuran. Perang pun selesai.
Arjuna memperoleh penghargaan dari para dewa. Ia dinobatkan menjadi raja selama tujuh hari surga, (tujuh bulan dunia) dan memperisteri tujuh bidadari. Mula-mula Arjuna kawin dengan Supraba, kemudian dengan Tilottama, dan selanjutnya lima bidadari lain yang pernah menggoda tapanya. Bidadari Menaka yang mengatur perkawinan mereka. Setelah genap tujuh bulan, Arjuna minta diri kepada dewa Indra untuk kembali ke dunia, menemui saudara-saudaranya.
Didalam kedua kakawin ini memiliki kesamaan yaitu menceritakan mengenai kisah kepahlawan Arjuna dalam menjalankan pertapaan di Indrakila. Tetapi dalam kakawin Parthayajna lebih menceritakan mengenai perjalanan Arjuna sedangkan dalam Kakakwin Arjuna Wiwaha lebih menceritakan mengenai proses pertapaan dari seorang Arjuna.