Rancangan Undang Undang Ketahanan Keluarga

Rancangan Undang Undang Ketahanan Keluarga diketahui telah menuai kontroversi sehingga menimbulkan pro-kontra. Sejumlah aturan dalam RUU Ketahanan Keluarga dianggap terlalu mengatur soal moral dan kehidupan pribadi warga negara. Misalnya, kewajiban suami-istri untuk saling mencintai, menerapkan wajib lapor bagi warga yang memiliki penyimpangan seksual, mengharuskan pemisahan tempat tidur orang tua dan anak.

Rancangan Undang Undang Ketahanan Keluarga mendefinisikan krisis keluarga sebagai suatu kondisi tidak stabil, tidak terarah, dan dianggap membahayakan karena dapat membawa perubahan negatif pada keluarga. Krisis keluarga disebut dapat terjadi karena masalah ekonomi, tuntutan pekerjaan, perceraian, penyakit kronis, kematian anggota keluarga, dan penyimpangan seksual.

Baca Juga :
Sejarah Wali Songo
– Perang Diponegoro Terdahsyat di Tanah Jawa

Teknologi Dalam Bidang Hukum

Rancangan Undang-Undang masuk dalam daftar prolegnas prioritas tahun 2020, beberapa pasal yang dianggap mencampuri urusan setiap individu semakin bergejolak, yakni

1. Pasal 24 (Mengatur Perasaan ) :

(2) “Setiap suami istri yang terikat dalam perkawinan yang sah wajib saling mecintai, menghormati, menjaga kehormatan, setia serta memberi bantuan lahir dan batin  yang satu kepada yang lain”

2. Pasal 25 (Istri wajib mengurus rumah tangga)

(3) “kewajiban istri sebagai dimaksud dalam ayat (1) antara lain :

  • wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
  • Menjaga keutuhan keluarga, serta
  • Memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pasal 26 (Mengatur penggunaan sperma dan ovum)

(2) “setiap suami istri yang terikat perkawinan yang sah, berhak memperoleh keturunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (C) dapat dilakukan dengan cara alamiah atau teknologi reproduksi bantuan dengan menggunakan hasil pembuatan sperma dan ovum yang berasal dari suami istri yang bersangkutan dan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.

4. Pasal 33 (Pemisahaan kamar orang tua dan anak)

(2) “tempat tinggal yang layak huni sebagaimana disebutkan pada ayat (1) huruf (a) memiliki karakteristik antara lain :

a). Memilih sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi yang baik.
b). Mem0iliki ruang tidur.
c). Ketersediaan kamar mandi.

Jika dilihat dari keseluruhan ada beberapa dampak positif bagi masyarakat luas apabila Rancangan Undang Undang Ketahanan keluarga ini disahkan. Jika dilihat dari sisi anak yang sebelumnya telah dicantumkan atas pemisahan kamar tidur bagi anak dan orang tua ini memberikan dampak positif dari terciptanya pendidikan seks sejak dini untuk membantu orangtua mengarahkan anak-anaknya tentang pengetahuan yang baik dan tidak untuk dilakukan dalam keluarga.

Sedangkan sisi poitif dari orangtua sendiri yaitu adanya perlindungan hukum yang lebih baik jika ada kekerasan yang terjadi kedepannya. Tidak hanya itu, soal masalah penggunaan sperma dan ovum juga memberikan dampak positif terhadap istri. Karena dengan adanya hal tersebut, mental seorang istri akan terbantu dan tidak merasa disudutkan dalam satu pandangan.

Sedangkan untuk masalah hunian yang layak. Ini juga membantu dalam segala macam sudut pandang. Saat ini banyak soal membahas tentang pra-nikah untuk hidup yang lebih baik, salah satu hunian layak ini juga masuk di dalamnya, karena ini juga mengatur tentang kehidupan yang akan di jalani setelah melakukan pernikahan untuk hidup yang lebi layak.

Dapat dilihat jika Rancangan Undang Undang ketahanan keluarga disahkan banyak dampak positif yang bisa diambil, akan tetapi untuk dampak negatif yang menjadi pandangan masyarakat saat ini juga menjadi pertimbangan penting terkait adanya Rancangan Undang Undang ketahanan keluarga ini. Jika dilihat dari segi negatif, banyak masyarakat atau bahkan pemerintah yang bertolak belakang terhadap adanya ususlan Rancangan Undang Undang ketahanan keluarga.

Usulan ini dianggap terlalu mencampuri urusan pribadi setiap individu yang menjalankan atau bahkan baru akan menjalankan kehidupannya. karena usulan ini lebih kepada menitik beratkan tentang masalah internal suatu keluarga yang mana tidak semua kehidupan dapat diatur di dalam UU sebab setiap keluarga dan setiap individu memiliki hak tersendiri untuk menjalankan kehidupannya yang lebih layak.

RUU ini juga dianggap lebih menekan terhadap kehidupan pribadi setiap indiidu yang diaturnya. Karena segala macam rana privasi ikut diatur di dalam Rancangan Undang Undang ketahanan keluarga ini selain itu juga ada pembatasan kehidupan bagi setiap keluarga yang menjalaninya dan yang paling mendasar, di dalam RUU ketahanan keluarga lebih menitik beratkan pada istri yang harus memenuhi kewajiban tanpa memperdulikan hak yang harus dia dapat.

Jadi dalam RUU ini istri lebih dituntut untuk berperan penting dalam keluarga dan ada sedikit pembatasan untuk seorang istri bisa berleluasa dalam melakukan kehidupan. Itulah yang akan terjadi bila Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga disahkan. Sebagai bagian dari Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas) 2020, RUU yang didukung oleh politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Golkar, Gerindra, dan PAN ini telah menuai kontroversi karena dianggap terlalu jauh mencampuri urusan pribadi.

Apakah RUU ini merupakan ancaman baru? Secara historis, domain keluarga sebagai bagian dari intervensi negara bukanlah perihal baru. Undang-Undang Perkawinan No.1/ 1974 turut mengatur peran laki-laki sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga. Dalam perkara reproduksi, suami bahkan diizinkan untuk beristri lebih dari seorang bila istri tidak mampu memberikan keturunan.